Indonesia,
membentang indah kepulauannya dari bantaran Sabang sampai Merauke. Terhampar
luas keelokan lautnya dari Talaud sampai ke Pulau Rote. Termahsyur sudah
kebesaran tanah pusaka, yang direbut dari tangan penjajah dengan darah para
pembela bangsa. Tak terperi kesulitan mereka, dan tak terkira pengorbanan para
pahlawan kita. Makmur, indah, gemah ripah loh jinawi. Itulah sejarahnya, ya
hanya sejarah. Mungkin kegagahan Garuda hanya kita kenal dalam sejarah. Semua itu kini hanya tinggal sejarah, legenda, atau
mitos hiperbolik yang diperdengarkan kepada para pemuda bangsa. Karena mungkin
kini mereka tidak lagi mendengarkan auman macan Asia yang dulu bertahta merajai
puncak masa keemasannya.
Indonesia yang
dulu begitu diagung-agungkan para pujangga dalam goresan tinta mereka, yang
mahsyur dari abad ke abad kini tak lagi dirasakan dalam kehidupan nyata oleh
pemuda-pemudi tunas bangsa. Mereka sering membaca karya pujangga yang begitu
mempesona tentang kejayaan negeri sang Garuda. Tunas-tunas kelapa, yang hendak
tumbuh menjadi pohon yang besar lagi kuat meneruskan estafet menjadi
pemimpin-pemimpin bangsa kini hidup dalam kemiskinan. Hendak mengaumkan
semangat dan cita-cita besar yang dulu diikrarkan pemuda pemberani dalam
sumpahnya, namun apa daya hendak sekolah pun mereka tak ada biaya. Kuncup
hendak bermekar, namun layu terpanggang panas.
Inilah fakta
negara Indonesia, yang dulu sangat termahsyur dengan kejayaannya. Yang dulu
sangat dihormati dunia karena kearifan budayanya, karena keberaniannya
menentang penjajahan di dunia, ketangguhannya memberantas ketidak adilan kini
mulai hilang kemahsyurannya. Terganti dengan fakta Indonesia yang miskin, penuh
dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Terganti dengan citra kebrutalannya, kerakusan sebagian rakyat dan
pejabatnya, kebodohan dan kelarisannya menjual negerinya.
Kemiskinan,
itulah mungkin yang terjadi di seluruh wilayah di seluruh pelosok Indonesia.
Tidak ada daerah diseluruh Indonesia ini yang tidak ada perkampungan kumuh,
pengemis. Budaya asing yang hedonis mulai menggeser kearifan budaya bangsa yang
gotong royong menjadi individualis, egois. Kepekaan sosial telah terkikis oleh
kesinisan. Degradasi moral mulai menghantui dan menodai akhlak bangsa. Wajah
ibu pertiwi kini bermuram durja. Eksploitasi alam yang tak terkira banyaknya
tanpa adanya kepedulian pada kelesatarian alam indonesia pun telah mendatangkan
bencana. Hutan yang menjadi paru-paru dunia, kini bisa dikonversi menjadi
ladang dan perkebunan industri secara
cuma-cuma. Alam bergolak marah,
mengguncang seluruh bumi Indonesia dengan guncangan-guncangan murka. Banjir,
tanah longsor, gempa bumi, tsunami, angin topan, dan gunung meletus menerjang
seantero negeri, mungkin itu adalah sekian peringatan dari Tuhan untuk anak-anak
Indonesia. Agaknya, susahkah kita mendengarnya?
Namun, tulisan ini dibuat bukan
untuk melemahkan semangat para pemuda-pemudi yang hendak meneruskan perjuangan
bangsa. Tulisan ini dibuat untuk kembali membangunkan para tunas harapan bangsa
dari lelapnya tidur di buaian kenikmatan, kejayaan yang semu sekarang ini.
Kuncup bunga yang hendak segera mekar, janganlah layu sebelum berkembang.
Wahai para pemuda-pemudi bangsa,
bangunlah dari kelelapan tidurmu. Kecaplah suka duka kehidupan dengan gigih dan
bangunlah semangat memulai kembali perjuangan. Sorakkan angin penyegar dan
perubahan dengan gegap gempita. Walau banyak badai menghadang, walau rintangan
tak kunjung usai, namun kita harus sadar bahwa perjuangan masih panjang.
Harapan masih membentang selagi kita
tidak menyerah.
Yakinlah, wahai para pemuda dan
pemudi bangsa, walau jalan sangat terjal dan berliku namun Allah itu dekat. Dan
Allah selalu memberi titian pertolongan pada siapa saja yang memiliki harapan dan
keinginan serta keyakinan. Walau sekolah susah, biaya mahal, namun jangan biarkan
dirimu dalam kegelapan kebodohan.
Terangilah jiwamu dengan ilmu, jadilah dirimu pelita dalam gelapnya
malam. Jadikan dirimu embun dalam kehausan. Menjelma menjadi pelangi biaskan warni-warnimu
dalam sendunya mendung yang menggelayuti langit ibu pertiwi. Teruslah belajar,
lakukan apa saja yang penting halal agar dapat terus melanjutkan sekolah.
Jangna pernah malu dengan keadaaan, walau banyak yang mengejekmu, walau banyak
yang tertawa atas penderitaanmu, namun tetaplah bersabar. Karena Allah
melihatmu, yakinlah kita pasti akan membayar penderitaan kita dengan kemuliaan.
Karena perjuangan kita pasti akan mendapat jawaban dari Sang Maha Penyayang.
Originally
written by
Rahma
Martiana
Comments
Post a Comment