Namaku adalah
Sekar. Karena Ayah dan ibukku ingin aku menjadi seperti bunga, yang harum dan
kelak akan menjadi buah yang berbiji dan bijinya akan menjadi pohon yang
bermanfaat bagi banyak orang. Aku bukanlah terlahir dari keluarga kaya. Sudah
sangat terbiasa hidup sederhana dari kecil. Jika di pagi hari aku tidak
menemukan nasi, maka ibuku pasti sudah merebuskan singkong yang hangat dari
tungku api di dalam dandang yang penuh dengan hangus hitam. Memakannya saat
masih panas dengan uap berkebul-kebul adalah kenikmatan yang luar biasa. Dengan
sambal korek yang diulek oleh ibukku sendiri dari hasil pohon cabai di
pekarangan rumah kami yang sempit. Bapak pagi-pagi sudah bangun, mencabut ubi
dari pohonnya, dan membawanya ke dapur. Lalu ibu mengupasnya dan mencuci nya
hingga bersih, lalu memotong satu buah menjadi beberapa bagian dan merebusnya.
Kehidupanku
yang sederhana tidak lantas membuatku kecil hati. Aku bersyukur memiliki kedua
orang tua yang lengkap dan penyayang seperti Bapak dan ibuk. Beliau adalah
orang tua yang hebat dan penuh dengan filosofi hidup. Membuatku belajar banyak
dari mereka. Ibuk selalu mengajarkan cara hidup sederhana dan prihatin.
Walaupun terkadang kami memiliki rezeki berlebih, tak lantas membuat kami
bermewah-mewahan. Hidup cukup dengan sederhana saja, sisanya dapat kami gunakan
untuk membantu orang lain. Bapak adalah orang yang terpandang dalam masyarakat,
karena kepandaian bapak dalam berbicara dan bersosial dengan warga. Bapak biasa
diajak berdialog atau dimintai persetujuan dalam hal pembelian tanah, sapi dan
dalam urusan yang lainnya. Dari itu bapak memperoleh sedikit rezeki. Selain itu
bapak juga berkebun dan ke sawah untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Meski
dari keluarga sederhana, bapak tetap menomorsatukan sekolahku. Aku diajari
untuk memiliki cita-cita yang besar. Agar kelak dapat bermanfaat bagi banyak
orang.
Setiap pagi,
bangun tidur ibuk selalu sholat Subuh. Lalu menyapu seluruh halaman rumah.
Angin yang berhembus selalu menjatuhkan dedaunan kering dari pohon-pohon yang
ada di sekeliling rumah kami. Ibu membersihkan rumah sedemikian rupa sehingga
tampak selalu bersih, tertata rapi sehingga nyaman di pandang mata. Ibu selalu
berpesan bahwa yang terpenting bukan rumah yang bagus atau mewah, namun yang
terpenting adalah nyaman dan rapi sehingga selalu membuat anggota keluarga
betah berada di rumah. Maka seni menata rumah yang ibu miliki ibu wariskan
kepadaku. Ibu selalu memikirkan bagaimana barang-barang dapat teratur tata
letaknya namun tetap mudah untuk dicari dan disimpan kembali. Ibu tidak pernah
tamat pendidikan tinggi, namun ilmu yang ia miliki dari kehidupan menjadikannya
wanita yang cerdas.
Kemanapun ia
pergi, ibu selalu menggunakan kebaya dan kain batik. Kain batik yang ia miliki
merupakan warisan turun temurun yang ia dapat dari nenek, dan nenek buyut. Ia
simpan rapi sehingga kelak ia wariskan kepadaku. Rumah yang bapak dan ibu
miliki sekarang adalah rumah yang ibu dan bapak bangun sendiri dengan kedua tangan
mereka. Tanah warisan nenek telah habis untuk biaya pengobatan nenek selagi
masih hidup. Walau sederhana, ibu selalu bersyukur. Baginya, rumah yang mewah
adalah rumah yang berisi kebahagiaan dan anggota keluarganya saling mencintai
dan berbagi kasih sayang. Bukan semata dinilai dari kemewahan yang dimiliki
secara fisik bangunan saja.
Aku memandang
ibuku dari kejauhan, saat ia memasak saat dia menyapu. Ibu selalu berpesan
bahwa tidak ada yang bisa beliau wariskan kepadaku. Yang bisa ia wariskan
hanyalah keteladanan dan kebaikan. Dan jika aku telaah maknanya aku bisa memahami
bahwa itulah sebenarnya harta teragung yang tak kan habis. Tak akan lekang oleh
waktu dan tak akan lapuk oleh hujan.
Saat musim
hujan, bapak selalu naik ke atap rumah. Dibersihkannya genteng-genteng tersebut
dari dedaunan kering yang sering membuat air masuk ke dalam rumah. Disapu dan digantinya
genteng yang sudah berlubang. Sehingga saat hujan turun rumah kami aman dari
air hujan. Rumah kami yang sederhana terlihat sedikit ketinggalan zaman
dibanding rumah-rumah para tetangga. Namun aku mencintainya. Ada ruh yang hidup
di rumah kami yang membuatku selalu betah untuk berada di rumah.
Saat malam di
sepertiga malam ibuk sering membangunkanku dan mengajakku sholat berjamaah
bersama. Sholat tahajud bersama bapak dan ibu. Kami terlarut dalam kedamaian di
dzikir-dzikir kami di sepertiga malam terakhir. Ibu dan bapak melantunkan doa
untuk keselamatan kami sekeluarga, dan untuk kesuksesanku di masa depan.
Setelah sholat, terkadang kami membaca Quran. Terkadang juga bapak dan ibuk
serta aku berbincang-bincang di tengah gelap gulita malam. Bapak mematikan
cahaya lampu. Dan memberikan nasihat-nasihatnya kepadaku. “Orang hidup yang
terpenting adalah kebaikan dan kedamaian. Yang terpenting adalah seseorang itu
harus memiliki Cengkir atau kenceng ing pikir.” Dalam bahasa Indonesia artinya
ketajaman dalam pikiran. Teguh dan tidak mudah untuk dipengaruhi orang lain.
Hingga saat inilah yang selalu aku ingat dari nasihat ayah dan ibuk.
Hingga kini
mengantarkan aku sukses setelah 26 tahun usiaku. Belumlah sukses secara
keseluruhan. Namun sukses menurut ukuranku, karena ini adalah berkah dalam
hidup dan berkah dari doa-doa ayah dan ibuku. Sekarang aku bekerja sebagai
salah satu staf BUMN di kota Yogyakarta.
Jauh dari kedua orang tua dan kampung halaman yang selalu aku rindukan. Aku
merantau di kota orang. Selama bekerja inilah nilai-nilai filosofi dari kedua
orangtuaku selalu aku ingat dan selalu amalkan.
Selama jauh
dari orang tua aku selalu bersyukur karena bertemu dengan orang-orang baik yang
selalu memberi banyak bantuan dan semangat. Salah satunya adalah pemimpinku.
Panggilan beliau adalah Bu Har. Selalu beliau menyuntikkan aku semangat agar
terus berprestasi dan meraih karir yang terbaik.
“ Kalau kamu
sudah pamit dari kedua orangtuamu untuk merantau, sudah keluar rumah dengan bismillahirrohmannirrohim, maka
bekerjalah dengan baik, dengan sungguh-sungguh, dengan all out. Jangan jadi seperti orang-orangan sawah. Yang baru
bergerak saat digerakkan. Bekerjalah dengan maksimal, dan pasti Allah akan memberi
balasan yang setimpal sehingga memberi hasil yang terbaik dari apa yang telah
kalian kerjakan. “ Kurang lebih begitulah nasihat Bu Har yang sangat membekas
di hatiku. Sehingga aku harus terus tekun bekerja dengan maksimal untuk
mendapatkan hasil yang terbaik. Dan aku tetap dan terus berdoa untukku dan
untuk kedua orangtuaku di mana pun aku berada.
mesin bajak sawah
ReplyDeleteparfum mobil custom
ReplyDelete